NUR
ARIFINZA DESI WARDANA,S.Pd.
SMP
NEGERI 1 PASEAN
finzaspd@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan indikator penting untuk mengukur kemajuan sebuah bangsa. Pendidikan
sebuah bangsa dikatakan maju jika sekolah di negara tersebut bermutu. Menurut
Didik Suhardi dalam kementrian Pendidikan Nasional (2010: 7) Pendidikan bermutu
merupakan amanat dari UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal 50 ayat 2 berbunyi : “Pemerintah menentukan kebijakan nasional
dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional”.
Untuk
menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu, pemerintah selain membuat UU
No.20 tahun 2003 tentang SPN juga menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang dinyatakan dalam
delapan standar.
Untuk
mewujudkan sekolah bermutu tentunya sekolah harus mengacu pada 8 standar salah
satunya adalah standar proses, dalam standar
proses tersebut interaksi pembelajaran antara guru dan peserta didik
yang baik merupakan kunci terwujudnya pendidikan bermutu.
Didalam interaksinya, tentu saja guru
menjumpai hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam kegiatan
belajar mengajar. Apalagi, di dalam kelas ada heterogenitas peserta didik. Peserta
didik yang berasal dari berbagai macam latar belakang. Ditinjau dari segi
perkembangan kemanjuan peserta didik, ada peserta didik yang pandai, sedang,
dan lamban dalam belajar. Itu semua
sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik.
Bagi peserta didik yang kemampuannya
berada di atas rata-rata, barangkali sangat mudah untuk menyelesaikan materi
yang diberikan guru. Tapi, bagaimana dengan peserta didik yang lamban dalam
belajar? Mereka mempunyai hak yang sama dalam mencapai ketuntasan materi
kendati ada perlakuan yang berbeda.
Berdasarkan evaluasi supervisi kepala
sekolah dengan peneliti (guru) menunjukkan hasil belajar peserta didik kelas
VIIIA kelompok atas belum mencapai maksimal, sedangkan hasil belajar peserta
didik kelompok bawah dalam belajar masih rendah. Ini disebabkan beberapa faktor
antara lain peserta didik motivasi belajarnya rendah, hanya peserta didik yang pandai saja yang bisa menuntaskan pembelajaran dan
peserta didik yang lamban dalam belajar di dalam kelas tidak bisa menuntaskan kegiatan
pembelajaran sehingga guru dan peserta didik yang pandai menunggu peserta didik
yang lamban dalam penuntasan dan penguasaan materi akibatnya peserta didik
pandai tidak mencapai maksimal hasil belajarnya sedangkan peserta didik yang
rendah dalam belajar terjadi blocking
mental karena merasa dirinya dikotak-kotakkan dengan ketidakmampuan dalam
belajar, ada peserta didik yang mempunyai bakat dan kemampuan tapi tidak diakomodasi oleh guru, dan peserta didik gagal dalam belajar bukan karena metode tetapi karena pendekatan yang
diterapkan.
Hal ini bisa dilihat peserta didik
kelas VIIIA yang mendapat nilai di atas KKM hanya 10 peserta didik dari 23
peserta didik atau 43% peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar secara
klasikal. Untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik, baik peserta didik
yang lamban dalam belajar dan juga peserta didik yang mempunyai bakat khusus
akademik seperti IPA maka guru perlu menciptakan sebuah inovasi pembelajaran, yaitu pendekatan
kurikulum diferensiasi. Melalui pendekatan kurikulum diferensiasi di kelas
VIIIA diharapkan guru bisa menyelesaikan dan menuntaskan semua persoalan yang
berkaitan dengan pembelajaran dan hasil belajar.
Menurut conny dalam Putra (2013:155)
kurikulum berdiferensiasi bagi anak yang berbakat terutama mengacu pada
penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan
kreativitasnya, serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual pada
tingkat tinggi.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang
telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah
Apakah kurikulum diferensiasi dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik VIIIA SMPN 1 Pasean ?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kurikulum
Menurut Mashur
dalam Putra (2013: 151) Kurikulum merupakan suatu rencana yang memberi pedoman
atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Istilah
kurikulum mempunyai berbagai arti. Jika ditelusuri ternyata aneka ragam arti
itu dapat disarikan dalam tiga kategori yaitu :
1.
Kurikulum
diartikan sebagai perencanaan pembelajaran.
2.
Kurikulum
diartikan sebagai pengalaman belajar diperoleh peserta didik dari sekolah.
3.
Kurikulum
diartikan sebagai rencana belajar peserta didik (Hakim, 2007: 5).
Berdasarkan
pengertian dan arti dari kurikulum tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa kurikulum merupakan suatu rencana atau program yang disusun oleh guru
yang diperuntukkan kepada peserta didik untuk mencapai hasil belajar.
2.2
Kurikulum Diferensiasi
Menurut
conny dalam Putra (2013:155) kurikulum berdiferensiasi bagi anak yang berbakat
terutama mengacu pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang
akan menumbuhkan kreativitasnya, serta mencakup berbagai pengalaman belajar
intelektual pada tingkat tinggi.
Peserta
didik yang berbakat lebih memilih dan mendapat manfaat dari instruksi yang
mencakup beberapa hal berikut :
1.
kecepatan
pembelajaran lebih cepat
2.
kemandirian
yang lebih besar dalam belajar dan berpikir
3.
kompleksitas
dan kedalaman yang meningkat di dalam materi pelajaran (Putra, 2013:165).
Menurut
Putra kurikulum diferensiasi dibagi dalam empat bentuk yaitu pengayaan,
pemadatan, paruh waktu, dan percepatan. Tetapi peneliti mengambil 3 bentuk
antara lain pengayaan, pemadatan, dan paruh waktu. Selain itu juga isi
kurikulum diferensiasi ada 3 bagian yaitu pemadatan, pengelompokan, dan kelas
khusus. Begitu pula isi kurikulum peneliti hanya mengambil 2 bagian yaitu pemadatan dan pengelompokan. Hal ini semuanya
di dasarkan pada kondisi yang ada pada sekolah peneliti.
2.3 Bakat dan Kemampuan
Bakat (aptitude) mengandung makna kemampuan
bawaan yang merupakan potensi (potential
ability) yang masih perlu pengembangan dan latihan lebih lanjut. Bakat berbeda
dengan kemampuan (ability) yang
mengandung makna sebagai daya untuk melakukan sesuatu sebagai hasil dari
pembawaan dan latihan (Asrori, 2007:98).
Bakat
terdiri dari bakat umum dan bakat
khusus. Menurut Asrori (2007:98) Bakat
khusus ini biasanya disebut “talent”,
sedangkan bakat umum (intelektual) sering disebut dengan istilah “gifted”. Oleh karena itu, anak yang
memiliki bakat khusus menonjol disebut dengan istilah “ talented children”, sedangkan anak yang memiliki bakat intelektual
menonjol sering disebut dengan istilah “gifted
children”
Jadi bakat
yang dimiliki peserta didik agar berkembang maka perlu adanya latihan dan
pembinaan sehingga bakat yang dimiliki oleh peserta didik menjadi sebuah
kemampuan, tentunya jika kemampuan yang sudah terasah akan membuat hasil
belajar peserta didik akan meningkat.
Bakat dan
kemampuan merupakan perwujudan prestasi hasil belajar peserta didik, prestasi
hasil belajar peserta didik tidak akan tercapai jika peserta didik yang
mempunyai bakat tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan bakatnya secara
maksimal. Tentunya peserta didik yang berbakat yang tidak diberi kesempatan,
potensinya akan berada dibawah atau disebut juga “underachiever” yang artinya
prestasi hasil belajar peserta didik berada di bawah kemampuan yang
dimilikinya.
Faktor-faktor
internal yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus adalah (a) minat, (b)
motif berprestasi, (c) keberanian mengambil resiko, (d) keuletan dalam
menghadapi tantangan, (e) kegigihan dan daya juang dalam mengatasi kesulitan yang
timbul.
Faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus adalah (a) kesempatan
maksimal untuk pengembangan diri, (b) sarana dan prasarana, (c) dukungan dan
dorongan orang tua/keluarga, (d) lingkungan tempat tinggal, dan (e) pola asuh
orang tua (Asrori, 2007:103).
2.4
Hasil Belajar
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia
menerima pengalaman belajar (Sudjana,2009:22).
Menurut
Dimyati (2006:20), hasil belajar mempunyai pengertian: (1) perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari proses belajar. (2) kemampuan aktual yang dapat diukur
langsung. (3) perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif dan
psikomotorik.
Dari kedua pendapat
ahli di atas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar adalah nilai akhir yang
diperoleh berdasarkan ranah kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan). Hasil belajar pada penelitian ini diperoleh setelah menyelesaikan suatu
proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai dengan
keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Prinsip belajar menurut Wingo dalam
Hakim (2007:73) adalah
(a) Hasil belajar sepatutnya
menjangkau banyak segi, (b) hasil belajar diperoleh berkat pengalaman, (c)
belajar merupakan suatu kegiatan yang mempunyai tujuan.
2.6
Hipotesis
Berdasarkan kajian teori
dan kerangka berpikir, maka dalam penelitian ini diajukan rumusan hipotesis
sebagai berikut :
“Kurikulum diferensiasi dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik VIIIA SMP Negeri 1 Pasean”.
BAB III
PEMBAHASAN
Hasil
dari evaluasi supervisi kepala sekolah dengan peneliti (guru) menunjukkan hasil
belajar peserta didik kelompok atas belum mencapai maksimal, sedangkan hasil
belajar peserta didik kelompok bawah dalam belajar masih rendah.
Untuk
mengatasi masalah tersebut maka peneliti sebagai guru membuat sebuah penelitian
tindakan kelas (PTK) menggunakan pendekatan kurikulum diferensiasi yang terdiri
dari siklus I dan II, langkah-langkah pendekatan kurikulum diferensiasi sebagai
berikut :
1.
Guru
mengadakan seleksi pada peserta didik berkaitan dengan pembagian kelompok yang
terdiri dari kelompok atas dan bawah
2.
Guru
memberi materi secara klasikal dan LK kepada
kedua kelompok
3.
Peserta
didik kelompok atas yang sudah memahami materi dan menyelesaikan tugasnya, langsung
melanjutkan materi berikutnya (belajar mandiri) tanpa harus menunggu peserta
didik kelompok bawah (Pemadatan Materi).
4.
Peserta
didik kelompok atas yang sudah melakukan pemadatan materi melaporkan atau guru
sendiri yang minta pada peserta didik tentang perkembangan belajarnya.
5.
Setelah
Peserta didik kelompok atas menuntaskan pemadatan materi, maka diberi tugas
pengayaan sambil menunggu kelompok bawah
6.
Guru
membuat catatan (Perkembangan Belajar Peserta Didik) kelompok atas yang
meliputi :
a.
Pemadatan
materi yang dipelajari dan sudah dipahami
b.
Ketuntasan
soal pengayaan
7.
Setelah
kelompok bawah menyelesaikan materi dan tugasnya maka di adakan evaluasi untuk
mengetahui ketuntasan belajar Peserta didik .
8.
Setelah
semua materi dan evaluasi selesai baik kelompok atas maupun kelompok bawah,
bisa dilanjutkan ke materi berikutnya.
Penelitian
ini dilaksanakan di kelas VIIIA SMPN 1 Pasean, sebanyak 2 siklus yaitu pada
siklus I sebanyak 2 pertemuan terdiri dari pertemuan pertama pada tanggal 1
oktober 2018 selama 2 x 40 menit (2 JP)
dan pertemuan kedua pada tanggal 2 oktober 2018 selama 1 x 40 menit (1 JP) dan
diakhiri dengan sebuah evaluasi dan diperoleh data awal hasil tes yang kemudian
dianalisis untuk mengetahui hasil
belajarnya. Dari analisis data
siklus I dapat
diketahui bahwa rata-rata kelas dari 16 peserta
didik yang mampu mencapai tingkat penguasaan materi 69,56% mencapai nilai
73-100 dan 7 peserta didik (30,44% ) yang
mencapai nilai dibawah 73, padahal standar ketuntasan minimal IPA yang ditentukan
oleh SMPN I Pasean adalah 73,00 dengan ketuntasan belajar 85% .Nilai
rata-rata yang dicapai peserta didik kelas VIII A SMPN I Pasean hanya
mencapai 72, 61 nilai
rata-rata yang masih dibawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM).
Hasil
observasi pada siklus I nampak ada kekurangan selama
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yaitu :
1)
Kurang
maksimalnya diskusi kelompok terutama kelompok kelas bawah, karena ada beberapa
peserta didik yang tidak aktif dengan memasrahkan jawaban LKPDnya pada teman
kelompoknya. .
2)
Kurang
tegasnya guru mengatur diskusi kelompok sehingga ada suatu kelompok yang
anggotanya tidak aktif diskusi dalam membantu kelompoknya mengerjakan LKPD.
3)
Tidak
nampak antusias peserta didik terhadap kelompok lain yang presentasi sehingga suasana
kelas tidak kondusif.
Berdasarkan analisis data dan observasi menunjukkan hasil yang belum maksimal pada siklus I sehingga perlu
adanya perbaikan pada sikus selanjutnya yaitu siklus ke II. Siklus II sebanyak 2 pertemuan
terdiri dari pertemuan pertama pada tanggal 4 oktober 2018 selama 2 x 40 menit (2 JP) dan pertemuan kedua pada
tanggal 8 oktober 2018 selama 2 x 40 menit (2 JP) dan diakhiri dengan sebuah
evaluasi dan diperoleh data hasil tes yang kemudian dianalisis
untuk mengetahui hasil
belajarnya.
Dari analisis data
siklus II dapat diketahui bahwa rata-rata kelas 21 peserta didik yang mampu mencapai tingkat
penguasaan materi 91,30%
mencapai nilai di atas 73 dan 2 peserta didik (8,70 %) yang
mencapai nilai dibawah 73, padahal standar ketuntasan minimal yang
ditentukan oleh SMPN 1
Pasean adalah 73,00
dengan ketuntasan belajar klasikal 85%. Nilai rata-rata
yang dicapai peserta didik kelas VIIIA
SMPN 1 Pasean mencapai 81,09 nilai
rata-rata di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Berdasarkan
data menunjukkan hasil belajar kelompok atas hasilnya lebih maksimal dengan
nilai rata-ratanya mengalami peningkatan dari 85,00 (siklus I) menjadi 91,25
(siklus II), sedangkan kelompok bawah hasil belajarnya lebih bagus dengan nilai rata-ratanya mengalami
peningkatan dari 70,00 (siklus I) menjadi 79,00 (siklus II). Berdasarkan
pengamatan dan analisis data
siklus II karena sudah mencapai nilai KKM sehingga tidak perlu
adanya perbaikan pada siklus
selanjutnya.
Hasil observasi pada siklus II menunjukkan hasil belajar peserta didik meningkat di karenakan dengan adanya pendekatan kurikulum
diferensiasi peserta didik baik yang kelompok atas (pandai) maupun yang
kelompok bawah (lamban) dalam belajar bisa menyelesaikan materi. Menyelesaikan
materi disini adalah peserta didik tuntas dari segi penyelesaian dan penguasaan
materi secara bersama, walaupun dengan kecepatan belajar dan perlakuan yang
berbeda. Selain itu adanya perhatian yang
lebih intensif dari guru terutama kelompok bawah, peserta didik kelompok
bawah semakin punya rasa percaya diri yang tinggi (self confidence), dan menghilangkan kesan adanya blocking mental dari masing-masing peserta
didik.
BAB IV
SIMPULAN
4.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan kurikulum diferensiasi dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik VIIIA SMP Negeri 1 Pasean. Hal ini dapat terlihat dari hasil tes
yang dilakukan peneliti yaitu nilai rata-rata kelas secara klasikal 72,61 pada siklus I meningkat
menjadi 81,09 pada
siklus II dengan prosentase ketuntasan hasil belajar dari 69,56% meningkat
menjadi 91,30%. Hasil belajar kelompok atas mencapai
hasil maksimal dengan nilai rata-rata 91,25 dan hasil belajar kelompok bawah
juga mengalami ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 79,00.
DAFTAR PUSTAKA
Asrori,
Mohammad, 2008, Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Hakim,
Lukman, 2008. Perencanaan Pembelajaran.
Bandung: Wacana Prima.
Karim, ardian fahmi rosydi, (2016). implementasi kurikulum diferensiasi
pendidikan kewarganegaraan pada kelas akselerasi peserta didik cerdas inklusif
mtsn ponorogo. Other thesis, university of muhammadiyah malang,
(Online), (http://eprints.umm.ac.id/33094/ diakses 14 Oktober 2018).
Kementrian
Pendidikan Nasional, 2010. Era Mutu SMP.
Jakarta: Direktorat PembinaanSekolah Menengah Pertama.
Lia suryanto, (2012). implementasi
kurikulum berdiferensiasi pada mata pelajaran pendidikan agama islam (pai)
kelas akselerasi di smpn 5 yogyakarta. Skripsi thesis, perpustakaan
uin sunan kalijaga, (Online), (http://digilib.uin-suka.ac.id/10344/ diakses 14
Oktober 2018).
Pratiwi,
(2012). Kurikulum diferensiasi untuk anak
berbakat, (Online), (http://bamz616aulia.blogspot.com/2013/01/kurikulum-berdiferensiasi-untuk
anak.html diakses 14 Oktober 2018).
Putra,
Sitiatava R, (2013). Panduan Pendidikan
Berbasis Bakat Siswa. Jogjakarta: Diva Press.
Sudjana, N.
2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar